Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) sudah beroperasi selama 20 tahun. Namun, beberapa pihak mulai meragukan nilai misi luar angkasa ini, terutama dengan banyaknya isu di Bumi seperti pandemi dan perubahan iklim yang semakin mendesak perhatian kita.
ISS pertama kali diluncurkan pada 1998. Sejak ekspedisi pertama pada 2000, lebih dari 240 astronaut dari 19 negara telah tinggal dan bekerja di ISS. Mereka melakukan lebih dari 3.000 eksperimen ilmiah.
Biaya Besar untuk ISS
ISS menelan biaya sekitar $150 miliar, yang sebagian besar didanai oleh uang publik dari AS, Rusia, Eropa, Kanada, dan Jepang. Lord Rees, seorang ahli astronomi, mengkritik pengeluaran ini. Dia menganggap ISS adalah “gajah putih yang mengorbit.” Menurutnya, penelitian di ISS tidak cukup bernilai untuk membenarkan biaya sebesar itu.
Sebagai perbandingan, misi luar angkasa robotik—seperti teleskop Hubble atau rover Curiosity—telah memberikan banyak penemuan besar dengan biaya yang jauh lebih rendah.
Apa yang Diperoleh dari ISS?
Meski ISS memberi manfaat di fisika, biologi, dan teknologi, banyak yang merasa hasilnya tak sebanding dengan biaya besar yang dikeluarkan. Orang lebih tertarik pada cerita-cerita manusiawi, seperti Chris Hadfield yang bernyanyi di luar angkasa atau masalah teknis sepele seperti toilet yang rusak. Berita-berita seperti ini jarang mengangkat penemuan ilmiah besar yang terjadi di ISS.
Lord Rees mengatakan, ‘Berita tentang ISS sering kalah dibandingkan misi ke Mars atau Jupiter. Media lebih tertarik pada kejadian-kejadian kecil di stasiun luar angkasa.”
Misi Luar Angkasa vs. Masalah di Bumi
Linda Billings, peneliti di National Institute of Aerospace, mengatakan eksplorasi luar angkasa manusia sering didorong ideologi dan ambisi pribadi, bukan kebutuhan ilmiah.”
Semoga lebih padat dan jelas. “Motivasi untuk mengirim manusia ke luar angkasa sering kali tidak berfokus pada sains, tetapi pada penaklukan dan eksploitasi,” katanya.
Menurut Billings, lebih baik kita fokus pada penelitian robotik dan penanganan masalah-masalah Bumi, seperti perubahan iklim. “Banyak masalah di Bumi, seperti kekeringan dan krisis air di banyak negara, membutuhkan perhatian lebih,” ujarnya.
Di sisi lain, eksplorasi luar angkasa juga menciptakan ketidaksetaraan. Astronaut hampir semuanya adalah pria kulit putih, banyak di antaranya berasal dari latar belakang militer. Bahkan pada era Apollo, banyak orang merasa tidak adil karena pemerintah mengeluarkan uang besar untuk eksplorasi luar angkasa, sementara banyak orang di Bumi hidup dalam kemiskinan.”
Dengan kalimat aktif, fokusnya bergeser kepada tindakan atau perasaan orang-orang yang merasa tidak adil. Semoga lebih sesuai.
Masa Depan Eksplorasi Luar Angkasa: Ambisi Swasta
Meski ada kritik terhadap misi luar angkasa pemerintah, Elon Musk dan Jeff Bezos memiliki rencana besar untuk menjelajahi Mars dan membangun koloni di luar angkasa. Namun, banyak yang skeptis apakah manusia benar-benar siap meninggalkan Bumi. Mars, misalnya, adalah tempat yang sangat tidak ramah.
Robert Patillo, seorang pengacara hak sipil, mengatakan bahwa eksplorasi luar angkasa harus memberikan manfaat yang adil bagi semua orang, bukan hanya segelintir orang kaya. “Jika kita membangun stasiun luar angkasa atau koloni di Mars, kita harus memastikan bahwa orang-orang di Bumi mendapatkan manfaat yang setara,” katanya.
Apakah Kita Terlalu Cepat untuk Meninggalkan Bumi?
Beberapa ilmuwan, termasuk Lord Rees dan Linda Billings, percaya bahwa kita belum siap untuk menjelajahi luar angkasa. “Kita harus menyelesaikan banyak masalah di Bumi terlebih dahulu sebelum berpikir untuk meninggalkan planet ini,” kata Billings.
Kesimpulan: Apa Nilai Sejatinya?
Setelah 20 tahun beroperasi, ISS telah mengajarkan kita dua hal penting. Pertama, eksplorasi luar angkasa memberi kita wawasan tentang kemampuan bertahan hidup manusia dalam kondisi ekstrem. Kedua, ISS mengajarkan kita untuk lebih menghargai Bumi dan memperbaiki masalah yang ada di sini.